Iklan

Iklan 970x250

,

Iklan

Pria Ini Sukses Menciptakan Keberagaman di Indonesia

Redaksi
12 Mar 2025, 22:11 WIB Last Updated 2025-03-12T15:11:56Z
Irfan Amalee, Direktur Peace Generation Indonesia, saat jumpa pers di Hotel The Suddha Asia Afrika, Bandung, Senin (24/2/2025)/Liputanesia/Foto: Abdul Rahman.

Bandung - Irfan Amalee cofounder peacesantren Welas sukses menciptakan keaberagaman di Desa Sukarasa, Samarang, Kabupaten Garut, Jawa Barat yang digelar pada Senin (24/2/2025) bulan lalu.

Upaya itu ia praktikkan di programnya Peacesantren. Ia mengajarkan para santri belajar berbasis proyek untuk memecahkan masalah kehidupan nyata dengan metode design for change, santri belajar mengenali masalah, menggagas solusi, mengeksekusi solusi, dan membagikan solusinya kepada masyarakat, Rabu (12/3/2025).

Kata Irvan, belajar tidak hanya di kelas. Alam raya juga adalah sekolah. Karena itu semua aktivitas di sini menjadi proses pembelajaran.

Pecaesantren Welas Asih ini juga memperhatikan tiga pilar budaya pesantren yang akan membantu santri membentuk karakter empati, mandiri, dan berani.

Semuanya berawal dari pertemuan antara Irvan dengan dengan Eric Lincoln, seorang warga Amerika. Keduanya bertemu sekitar 17 tahun yang lalu.

Irvan menjelaskan bahwa antara mereka berdua memiliki banyak persamaan tentang anak-anak yang tidak memahami perdamaian karena tidak diajarkan nilai-nilai perdamain secara terstrukur dan menyenangkan di sekolah.

Dia sempat melakukan wawancara ke sejumlah guru dan mempertanyakan bagaimana cara mereka mengajarkan perdamaian di sekolah yang seolah terlihat tidak memmpunyai sebuah konsep.

Oleh karena itu, dia membuat sebuah karya tulis dengan judul ’12 Nilai Dasar Perdamaian’.

Irfan juga sempat melakukan uji coba, yang pertama kali adalah di daerah Aceh, dan pada waktu itu Unicef mendengarkan secara langsung dan disusul dengan melakukan uji coba di Jawa Barat.

Hingga pada hari, modul yang ia miliki itu telah diterjemahkan hingga ke pelosok dunia seperti Malaysia, Filipina, Thailand.

“saya melakukan uji coba membawa anak-anak Kristen dari Bandung ke salah satu pesantren yang ada di Garut. Dan mereka mempunyai banyak prasangka. Banyak anak-anak Kristen di Bandung itu ada yang dari luar negeri, sudah belasan tahun hidup berdampingan dengan orang-orang yang berbeda agama, tapi tidak mempunyai interaksi,” kata Irvan, pada saat jumpa pers di Hotel The Suddhha Asia Afrika, Senin (24/2/2025) bulan lalu.

Artinya, mereka itu tidak tahu bahwa mereka itu memiliki teman-teman yang berbeda agama. Irfan mencoba membawa anak-anak ke sebuah pesantren. Alhasil pada saat pertemuan terjadi ternyata kurang dari 12 jam mereka semua menjadi teman. []

Iklan