Jakarta - Kembalinya wacana pemerintah untuk memperkuat peran Bulog seperti di era Soeharto mendapat tanggapan dari berbagai pihak. Ketua Komisi IV DPR RI, Siti Hediati Soeharto (Mbak Titiek), menilai konsep pengelolaan pangan di masa itu terbukti sukses dan harus diterapkan kembali.
Di sisi lain, Anggota Komisi IV DPR, Johan Rosihan, mengkritik kinerja Bulog yang dinilai belum sesuai dengan visi swasembada pangan yang diinginkan pemerintah.
Dalam keterangan tertulis, Siti Hediati Soeharto, yang dikenal sebagai Mbak Titiek, menyambut baik wacana pemerintah untuk mengembalikan peran Perum Bulog seperti di masa Presiden Soeharto.
Menurutnya, Bulog pada era tersebut telah berhasil mengendalikan pasokan dan harga pangan, serta membantu tercapainya swasembada beras.
“Kalau saya pribadi, kita ngapain sih mesti cari-cari formula baru. Zamannya Pak Harto dulu kita bisa swasembada beras gitu. Kenapa kita nggak tinggal nyontek aja, lihat dan bisa disesuaikan dengan kekiniannya, ke suasana sekarang gitu,” ujar Mbak Titiek saat mengikuti Rapat Kerja bersama Menteri Pertanian di Komisi IV DPR RI, Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (5/11/2024).
Ia menambahkan bahwa pengelolaan pangan oleh Bulog di masa lalu terbukti efektif, dan pemerintah sebaiknya tidak ragu untuk mencontohnya. Menurut Mbak Titiek, keberhasilan tersebut bukanlah semata-mata produk pemerintahan Soeharto, melainkan hasil kerja keras anak bangsa.
“Zamannya Pak Harto dulu kita bisa swasembada beras gitu. Kenapa kita nggak tinggal nyontek aja, lihat dan bisa disesuaikan dengan kekiniannya,” ungkapnya.
Ia juga menekankan bahwa Bulog seharusnya tidak berorientasi pada keuntungan, melainkan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani.
“Yang penting, Bulog itu nggak boleh cari untung, khusus harus untuk meningkatkan kesejahteraan petani,” ujar politisi Fraksi Partai Gerindra ini.
Di sisi lain, Anggota Komisi IV DPR RI, Johan Rosihan, menilai bahwa kinerja Bulog selama ini tidak sejalan dengan visi yang diembannya. Menurutnya, Bulog yang seharusnya menjadi pemimpin rantai pasok pangan terpercaya, justru gagal dalam menjalankan fungsi tersebut.
M
“Kinerja Bulog telah menegasikan visi tersebut sebab jika dilihat dari ketersediaan pangan maka faktanya kita temukan realisasi impor beras 2024 totalnya telah mencapai 2,9 juta ton,” ujar Johan saat mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Direksi Perum Bulog di Senayan, Jakarta, Selasa (5/11/2024).
Johan menambahkan bahwa kebijakan impor beras yang diterapkan Bulog telah merugikan petani lokal, sebab beras impor lebih murah dan mengalahkan harga beras lokal di pasaran.
Ia pun menantang Bulog untuk berkomitmen mengisi cadangan beras pemerintah (CBP) dengan beras lokal pada tahun 2025 dan menghentikan ketergantungan pada impor.
“Apakah Bulog berani menegaskan tahun 2025 akan menyerap gabah petani untuk CBP dan menghentikan impor demi semangat swasembada pangan?” tegas Johan.
Johan menyatakan bahwa Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi salah satu produsen beras terbesar di dunia, dan dengan kebijakan yang tepat, ketergantungan pada impor beras harus dihentikan.
Johan juga mendukung penuh transformasi organisasi Bulog jika memang dibutuhkan untuk mendukung tercapainya swasembada pangan.
“Jika Bulog memiliki kendala regulasi yang menghalangi kinerjanya, Komisi IV siap bersama-sama menjadikan Bulog punya kewenangan kuat untuk berperan aktif dalam mencapai swasembada pangan nasional,” pungkasnya.
Di sisi lain, Anggota Komisi IV DPR, Johan Rosihan, mengkritik kinerja Bulog yang dinilai belum sesuai dengan visi swasembada pangan yang diinginkan pemerintah.
Dalam keterangan tertulis, Siti Hediati Soeharto, yang dikenal sebagai Mbak Titiek, menyambut baik wacana pemerintah untuk mengembalikan peran Perum Bulog seperti di masa Presiden Soeharto.
Menurutnya, Bulog pada era tersebut telah berhasil mengendalikan pasokan dan harga pangan, serta membantu tercapainya swasembada beras.
“Kalau saya pribadi, kita ngapain sih mesti cari-cari formula baru. Zamannya Pak Harto dulu kita bisa swasembada beras gitu. Kenapa kita nggak tinggal nyontek aja, lihat dan bisa disesuaikan dengan kekiniannya, ke suasana sekarang gitu,” ujar Mbak Titiek saat mengikuti Rapat Kerja bersama Menteri Pertanian di Komisi IV DPR RI, Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (5/11/2024).
Ia menambahkan bahwa pengelolaan pangan oleh Bulog di masa lalu terbukti efektif, dan pemerintah sebaiknya tidak ragu untuk mencontohnya. Menurut Mbak Titiek, keberhasilan tersebut bukanlah semata-mata produk pemerintahan Soeharto, melainkan hasil kerja keras anak bangsa.
“Zamannya Pak Harto dulu kita bisa swasembada beras gitu. Kenapa kita nggak tinggal nyontek aja, lihat dan bisa disesuaikan dengan kekiniannya,” ungkapnya.
Ia juga menekankan bahwa Bulog seharusnya tidak berorientasi pada keuntungan, melainkan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani.
“Yang penting, Bulog itu nggak boleh cari untung, khusus harus untuk meningkatkan kesejahteraan petani,” ujar politisi Fraksi Partai Gerindra ini.
Di sisi lain, Anggota Komisi IV DPR RI, Johan Rosihan, menilai bahwa kinerja Bulog selama ini tidak sejalan dengan visi yang diembannya. Menurutnya, Bulog yang seharusnya menjadi pemimpin rantai pasok pangan terpercaya, justru gagal dalam menjalankan fungsi tersebut.
M
“Kinerja Bulog telah menegasikan visi tersebut sebab jika dilihat dari ketersediaan pangan maka faktanya kita temukan realisasi impor beras 2024 totalnya telah mencapai 2,9 juta ton,” ujar Johan saat mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Direksi Perum Bulog di Senayan, Jakarta, Selasa (5/11/2024).
Johan menambahkan bahwa kebijakan impor beras yang diterapkan Bulog telah merugikan petani lokal, sebab beras impor lebih murah dan mengalahkan harga beras lokal di pasaran.
Ia pun menantang Bulog untuk berkomitmen mengisi cadangan beras pemerintah (CBP) dengan beras lokal pada tahun 2025 dan menghentikan ketergantungan pada impor.
“Apakah Bulog berani menegaskan tahun 2025 akan menyerap gabah petani untuk CBP dan menghentikan impor demi semangat swasembada pangan?” tegas Johan.
Johan menyatakan bahwa Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi salah satu produsen beras terbesar di dunia, dan dengan kebijakan yang tepat, ketergantungan pada impor beras harus dihentikan.
Johan juga mendukung penuh transformasi organisasi Bulog jika memang dibutuhkan untuk mendukung tercapainya swasembada pangan.
“Jika Bulog memiliki kendala regulasi yang menghalangi kinerjanya, Komisi IV siap bersama-sama menjadikan Bulog punya kewenangan kuat untuk berperan aktif dalam mencapai swasembada pangan nasional,” pungkasnya.