Dalam sidang ini, Yassierli menekankan pentingnya semua pihak menghormati dan mematuhi putusan MK. Selain itu, ia mendorong agar pemerintah, pengusaha, dan pekerja berdialog untuk mencari solusi terbaik demi kepentingan nasional.
"Saya kira putusan MK ini adalah sesuatu yang harus kita hormati dan kita patuhi bersama-sama. Selanjutnya kita akan mencari solusi yang terbaik untuk bangsa," ujarnya, dalan keterngan tertulis.
Fokus utama tindak lanjut adalah penetapan Upah Minimum (UM) 2025, dengan batas waktu penetapan UM provinsi hingga 21 November 2024 dan UM Kabupaten/Kota hingga 30 November 2024.
Dalam pembahasan, Yassierli mengatakan bahwa serikat pekerja mengusulkan agar penetapan UM tidak menggunakan PP 51/2023 dan memberikan kelonggaran kepada gubernur serta Dewan Pengupahan Daerah (Depeda) untuk menyesuaikan dengan Kebutuhan Hidup Layak (KHL).
Selain itu, serikat pekerja juga meminta agar survei KHL dilakukan oleh unsur Depekab/Depekot dan mengusulkan perpanjangan waktu penetapan UM hingga 10 Desember 2024. Dari sisi pengusaha, telah mendukung penggunaan PP 51/2023 untuk menjaga kepastian dalam penetapan UM 2025 dan menghindari politisasi.
Yassierli mengungkapkan bahwa, pihak penguasa juga mengusulkan agar KHL yang digunakan mengacu pada data BPS dan menyarankan agar UM Sektoral tidak ditetapkan terlebih dahulu bagi sektor padat karya.
"Jadi kita fokus terkait upah minimun ini dulu. Nanti masukan dari teman-teman semua akan kita bawa ke pak Presiden untuk dimintai arahan," kata Yassierli.
Sidang pleno ini diharapkan menghasilkan kesepakatan yang menguntungkan semua pihak dan menjadi pedoman dalam implementasi UU Cipta Kerja, khususnya dalam penetapan upah minimum di tahun mendatang.