Kurniasih Mufidayati (Wakil Ketua Komisi IX DPR RI dari Fraksi PKS)/Dok.Ist. |
Dilansir dari pks.id (08/08/24), menurut Kurniasih, Pasal 103 ayat (4) poin e dalam PP tersebut yang mencakup pelayanan kesehatan reproduksi pada remaja, termasuk penyediaan alat kontrasepsi, menimbulkan tafsir yang berbahaya dan tidak menyederhanakan peraturan sebagaimana tujuan dari UU Kesehatan yang berkonsep omnibus law.
“Kementerian Kesehatan mengatakan bahwa aturan ini ditujukan bagi remaja yang sudah menikah dan teknis pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes). Namun, jika harus menunggu Permenkes, ini tidak menyederhanakan regulasi,” ujar Kurniasih. "UU Kesehatan dibuat dengan sistem omnibus untuk menyederhanakan regulasi, tetapi aturan turunannya malah berbelit-belit dan birokratis. Kita dorong revisi di tingkat PP agar tidak menimbulkan tafsir liar," tambahnya.
Kurniasih mengkhawatirkan bahwa salah satu tafsir liar yang mungkin muncul adalah pembolehan remaja melakukan hubungan seksual di luar pernikahan dengan menggunakan alat kontrasepsi sebagai dalih pelayanan kesehatan reproduksi. “Data menunjukkan seks bebas di kalangan remaja semakin mengkhawatirkan dengan konsekuensi negatif yang semakin meningkat,” jelas Ketua DPP PKS Bidang Perempuan dan Ketahanan Keluarga ini.
Berdasarkan data BKKBN, sebanyak 60% remaja usia 16-17 tahun, 20% remaja usia 14-15 tahun, dan 20% remaja usia 19-20 tahun tercatat melakukan hubungan seksual. Kurniasih juga menyoroti peningkatan angka aborsi akibat kehamilan yang tidak diinginkan. Berdasarkan estimasi Guttmacher Institute tahun 2000, terdapat 37 aborsi untuk setiap 1000 perempuan berusia 15-49 tahun. Penelitian oleh Nurhafni pada 2022 menunjukkan bahwa 95% dari 405 kehamilan yang tidak direncanakan terjadi pada remaja usia 15-25 tahun.
Di Indonesia, angka kejadian aborsi mencapai 2,5 juta kasus, dengan 1,5 juta di antaranya dilakukan oleh remaja. Di Bandung, 20% dari 1.000 remaja dilaporkan pernah melakukan seks bebas. Selain itu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melaporkan peningkatan kasus penyakit menular seksual, termasuk sifilis yang meningkat hampir 70% dalam lima tahun terakhir (2018-2022). Kemenkes juga mencatat bahwa ada 100.000 orang dengan HIV yang belum terdeteksi dan berpotensi menularkan ke masyarakat.
“Peningkatan angka seks bebas pasti diikuti oleh ekses negatif seperti kasus aborsi dan penularan penyakit seksual. Oleh karena itu, dibandingkan menunggu aturan turunan dari Kementerian, Pemerintah harus segera merevisi pasal mengenai penggunaan alat kontrasepsi bagi remaja,” tegas Kurniasih.
Penulis : Abdul Mutakim