![]() |
Puluhan Wartawan Bersama Pemerhati Lingkungan Diskusi Terkait Isu Sampah di Pemalang yang di selenggarakan Dewan Kesenian Pemalang, Minggu (30/6/2024)/Liputanesia/Foto: Slamet. |
Ketua Dewan Kesenian Pemalang, Andi Rustono, pada pembukaan sambutan menjelaskan bahwa saat ini sedang hangat pembicaraan mengenai peningkatan produksi sampah.
Menurutnya, dalam tiga dekade terakhir ini budaya kemasan merupakan sumber penghasil sampah paling mencemari lingkungan publik.
"Dan kita tahu sama sama tahu bahwa isu sampah pada saat ini isu yang sensitif untuk dibicarakan. Peristiwa peristiwa pada tanggal 15 Mei 2023 saat aksi penutupan TPA Pesalakan sehingga terjadilah pergulatan antara pemerintah daerah dengan penduduk yang merasa dirugikan, tetapi kita tidak pernah memahami tentang darimana awalnya sebuah sampah itu kumpul dan dihasilkan," kata Andi Rustono, aktivis yang akrab dengan sebutan AR.
Masih menurut AR, jikalau flashback kebelakang terkait TPA Pesalakan adalah mutlak kesalahan dan kebodohan pemerintah masa lalu akan tetapi biarlah karena itu adalah masa lalu.
“Mari kita diskusi bareng membantu pemerintah Kabupaten Pemalang mengatasi persoalan sampah yang saat ini menjadi isu sensitif di tengah-tengah masyarakat. Semua pendapat dari masyarakat, lembaga dan rekan-rekan pers yang hadir kita tampung. Hasil diskusi akan segera kita sampaikan kepada Bupati Pemalang dan dinas – dinas terkait,” ajaknya.
Edi Kenzo selaku pegiat lingkungan dari Sahabat Hijau Indonesia atau SHI mengatakan, di Kabupaten Pemalang menghasil sampah diangka 400 hingga 500 ton per hari dengan asumsi per orang menghasilkan 0,4 Kilogram.
"Sampah yang paling banyak adalah organik karena tipikal sampah kita itu 60 persen sampah organik kemudian 17 persen itu sampah plastik dan yang lainnya anorganik yang punya nilai jual seperti kertas, besi dan sebagainya," kata Edi Kenzo.
Edi Kenzo menerangkan bahwa dari 400 ton itu, penghasil sampah terbesar ada di wilayah Kecamatan Pemalang dan Kecamatan Taman dibandingkan dengan kecamatan kecamatan lainnya.
"Masing masing wilayah itu penghasil sampah yang memiliki karakteristiknya berbeda beda dan kalau dibiarkan itu mengkhawatirkan," terangnya.
Pada kesempatannya, Ia membeberkan kepada audiens bahwa untuk aturan pengelolaan sampah di Undang Undang 18 Tahun 2008.
"Saya tidak ingin menyalahkan siapapun karena disitu kalau saya ambil kesimpulan adalah ini sebuah kelalaian dari pemerintah daerah karena sampah sesungguhnya adalah tanggungjawab pemerintah daerah dalam pengelolaan," tegasnya.
"Kemudian syarat TPA itu juga di terangkan dalam Undang Undang itu, makanya saya dari dulu agak kritis soal TPA Pesalakan karena tidak boleh lagi TPA itu sebagai pembuangan tapi disitu juga harus ada pengelolaan, harus ada unit proses," tambahnya.
Edi menyayangkan lambannya pemerintah daerah dalam menangani dampak terhadap warga di TPA Pesalakan seperti bau dan lalat, padahal doktor lingkungan banyak serta master magister lingkungan juga banyak.
"Kalau kesehatan secara langsung tidak karena Lindinya masuk ke dalam IPAL. Itu tidak mencemari kalau di proses secara baik maka tidak akan mencemari air tanah, celakanya itu kalau IPAL tidak berfungsi sebagaimana mestinya maka akan berdampak pada pencemaran air tanah. Ini yang kita khawatirkan ke depan tentang TPA Pesalakan," ujarnya.
Persoalan sampah ini akhirnya menggulir dari TPA Pesalakan di tutup mulai tanggal 30 Juni 2024 kecuali sampah dari Kecamatan Pemalang dan Kecamatan Taman.
Kemudian penolakan rencana pembangunan tempat pengelolaan akhir (TPA) sampah di Purana yang dianggap kurang sosialisasi atau lainnya yang sebenarnya ada UKL atau UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan).
Poin poin dari hasil diskusi bersama insan pers dan pemerhati lingkungan yang diselenggarakan Dewan Kesenian Pemalang yakni:
1. Diskusi ini mau dibawa kemana, masyarakat dan pemerintah wajib melaksanakan Perda dan peraturan yang ada terkait sampah;
2. Melakukan pendekatan dan sosialisasi pentingnya sampah dari sejak dini, dengan melibatkan unsur pendidikan untuk membantu mensosialisasikan buang sampah yang baik;
3. Menangani sampah harus dari hulu ke hilir dan perlunya komunikasi dalam keterlibatan dinas terkait untuk profesional kerja termasuk merespon setiap wartawan saat akan mengkonfirmasi;
4. Memanfaatkan sampah di TPST (Tempat Pengolahan Sampah Terpadu) untuk menambah perekonomian masyarakat;
5. Pembentukan Satgas tingkat desa budaya bersih dari sampah;
6. Peraturan daerah (Perda) terkait sampah semestinya dibarengi dengan Peraturan Bupati (Perbub) ataupun Inbub dan sejauh mana keseriusan dari pemerintah dari Perbub termasuk juga terkait anggaran sehingga Bupati yang selalu mengatakan sampah selesai ditingkat desa hanya isapan jempol jika Perda terkait sampah tidak dibarengi Perbub.
Demikian poin dalam diskusi yang diselenggarakan oleh Dewan Kesenian Pemalang pada Minggu kemarin (30/6/2024).