Iklan

Iklan 970x250

,

Iklan

Tolak Iuran Wajib Tapera, Ribuan Buruh Akan Demo di Depan Istana

Redaksi
4 Jun 2024, 22:50 WIB Last Updated 2024-08-13T15:08:03Z
Gambar ilustrasi demo buruh/Foto: Dok.Ist.

Jakarta - Ribuan buruh pada Kamis ini (6/6/2024) akan berunjuk rasa menolak program iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) di depan Istana, Jakarta.

Aksi buruh yang berasal dari Jabodetabek itu dimulai pukul 10.00 WIB dengan titik kumpul di depan Balai Kota dan bergerak ke Istana melalui kawasan Patung Kuda.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengungkapkan hal itu dalam keterangan tertulisnya, Selasa (4/6/2024).

“Mereka berasal dari berbagai organisasi serikat pekerja seperti KSPI, KSPSI, KPBI, dan juga Serikat Petani Indonesia (SPI) serta organisasi perempuan PERCAYA,” kata Said yang juga Presiden Partai Buruh itu.

Dia menegaskan, kebijakan Tapera merugikan dan membebani pekerja dengan iuran. Meski sudah iuran selama 10-20 tahun, buruh tidak ada kepastian bisa memiliki rumah.

Said Iqbal menilai pemerintah lepas tanggung jawab dalam menyediakan rumah. Hal ini lantaran pemerintah hanya bertindak sebagai pengumpul iuran dan tidak mengalokasikan dana dari APBN maupun APBD.

“Permasalahan lain adalah dana Tapera rawan dikorupsi, serta ketidakjelasan dan kerumitan pencairan dana,” tutur dia.

Selain menolak PP Tapera, isu lain yang diangkat dalam aksi pada Kamis (6/6/2024) adalah Tolak Uang Kuliah Tunggal (UKT) Mahal, Tolak KRIS (BPJS) Kesehatan, Tolak Omnibus Law (UU Cipta Kerja), dan Hapus Outsourcing Tolak Upah Murah (HOSTUM).

Pendidikan, lanjut Said, seharusnya menjadi jalan menuju kehidupan yang lebih baik. Tapi kini menjadi beban yang menghimpit akibat Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang mahal.

Akibatnya bagi anak-anak buruh, mimpi untuk meraih pendidikan tinggi menjadi semakin sulit dengan biaya yang terus melambung.

Terkait Kamar Rawat Inap Standar (KRIS), Serikat Buruh berpendapat kebijakan itu menurunkan kualitas layanan kesehatan dan akan semakin memperburuk pelayanan di rumah sakit yang sudah penuh sesak.

“Buruh menuntut pemerintah untuk mempertimbangkan kembali kebijakan ini dan memastikan pelayanan kesehatan yang adil dan layak bagi seluruh rakyat,” tandas Said Iqbal.

Kemudian penolakan terhadap Omnibus Law (UU Cipta Kerja) juga disuarakan. Beleid yang diklaim akan mendorong investasi ini, dinilai para buruh adalah simbol ketidakadilan yang melegalkan eksploitasi.

Fleksibilitas kerja melalui kontrak dan outsourcing yang semakin bebas hanya memberikan kemudahan bagi pengusaha untuk memperlakukan buruh sebagai alat produksi semata, bukan sebagai manusia yang memiliki hak dan martabat.

UU Cipta Kerja juga menyebabkan upah murah, pesangon rendah, mudahnya PHK, dan jam kerja yang fleksibel.

Sistem outsourcing yang tidak memberikan kepastian kerja dan upah yang jauh dari layak, telah menempatkan buruh dalam kondisi yang semakin sulit. []

(YRn)

Iklan