Iklan

Iklan 970x250

,

Iklan

Melarang Investigasi dalam RUU Penyiaran, Mahfud: itu Keblinger, Masa Media tidak Boleh Investigasi

Redaksi
16 Mei 2024, 13:55 WIB Last Updated 2024-08-13T15:08:11Z
Mahfud MD/Dok.Ist.

Jakarta - Revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2022 tentang Penyiaran menimbulkan polemik. Pasalnya, revisi beberapa pasal dinilai dapat menghambat kebebasan pers di Indonesia.

Antara lain, pasal 56 ayat 2 poin c, yakni larangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi sebagaimana termuat pada draf revisi RUU tersebut.

Kritik atas larangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi datang dari mantan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD.

“Itu sangat keblinger, masa media tidak boleh investigasi, tugas media ya investigasi hal-hal yang tidak diketahui orang. Media akan menjadi hebat kalau punya wartawan yang bisa melakukan investigasi mendalam dengan berani,” kata Mahfud dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (15/5/2024).

Menurut pakar hukum tata negara itu, jurnalis memiliki tugas untuk melakukan investigasi. Melarang jurnalis melakukan investigasi dan melarang media menyiarkan produk investigasi sama saja melarang orang melakukan riset.

“Masak media tidak boleh investigasi, sama saja itu dengan melarang orang riset, ya kan cuma ini keperluan media, yang satu keperluan ilmu pengetahuan, teknologi. Oleh sebab itu, harus kita protes, harus kita protes, masa media tidak boleh investigasi,” kata dia, menegaskan.

Mahfud melihat hari ini konsep hukum politik Indonesia tidak utuh. Hal ini membuat pesanan-pesanan terhadap produk undang-undang yang bergulir hanya kepada yang teknis.

Dia mengutarakan jika ingin politik hukum membaik harusnya ada semacam sinkronisasi dari UU Penyiaran. Artinya, kehadiran UU Penyiaran harus bisa saling mendukung dengan UU Pers, UU Pidana, bukan dipetik berdasar kepentingan saja.

“Kembali, bagaimana political will kita atau lebih tinggi lagi moral dan etika kita dalam berbangsa dan bernegara, atau kalau lebih tinggi lagi kalau orang beriman, bagaimana kita beragama, menggunakan agama itu untuk kebaikan, bernegara dan berbangsa,” tutur mantan ketua MK itu.

Revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2022 tentang penyiaran, saat ini dalam proses harmonisasi di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI. []

(YRn)

Iklan