Monas di Jakarta/Foto: Istimewa. |
Dengan pengesahan itu, UU DKJ akan menjadi payung hukum bagi Jakarta yang telah kehilangan statusnya sebagai ibu kota negara.
Dalam rapat paripurna ini, Ketua DPR Puan Maharani yang memimpin sidang, menanyakan kepada semua anggota Dewan apakah RUU tersebut dapat disetujui dan disahkan sebagai undang-undang.
“Setuju,” kata semua anggota Dewan. Puan kemudian mengetuk palu. Rapat paripurna ini sejatinya dihadiri 303 anggota Dewan. Tapi hanya 69 orang orang anggota yang hadir langsung dalam paripurna RUU DKJ ini.
Sebelumnya, Ketua Badan Legislasi DPR RI Supratman Andi Agtas menyampaikan laporan mengenai pembahasan RUU DKJ. Pada pembahasan terdapat delapan fraksi yang menyetujui RUU itu, yakni PDI Perjuangan, Partai Nasdem, Partai Demokrat, Partai Gerindra, PPP, PKB, dan PAN. Fraksi PKS menolak RUU tersebut.
Fraksi ini menilai RUU DKJ dibahas dengan tergesa-gesa. Pembahasan RUU ini, katanya, belum melibatkan partisipasi masyarakat.
Pemerintah dan Baleg DPR sepakat RUU DKJ akan dibawa ke sidang paripurna DPR untuk disahkan menjadi UU. Hal itu diputuskan dalam rapat pleno pengambilan keputusan tingkat I yang digelar di Baleg DPR bersama pemerintah, Senin (18/3/2024) malam.
Salah satu point penting dalam RUU DKJ, Jakarta bukan lagi ibu kota negara. Berdasarkan RUU DKJ Pasal 1 ayat 1, Jakarta akan kehilangan status sebagai ibu kota negara atau Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta.
Jakarta akan menjadi daerah otonom bernama Provinsi Daerah Khusus Jakarta. Provinsi ini beribukota di Jakarta Pusat.
Provinsi Daerah Khusus Jakarta berkedudukan sebagai Pusat Perekonomian Nasional. Ini berarti, daerah tersebut akan berfungsi sebagai pusat perdagangan, kegiatan layanan jasa dan keuangan, serta kegiatan bisnis nasional dan global.
Point penting lainnya, Gubernur Jakarta tetap dipilih rakyat lewat pemilihan kepala daerah (pilkada). Baleg DPR juga sepakat, Gubernur DKJ akan tetap dipilih melalui pilkada.
Putusan ini sekaligus membantah informasi Gubernur DKJ akan dipilih presiden. Pilkada DKJ menggunakan sistem berbeda dari DKI Jakarta. Calon gubernur dan wakilnya yang meraih suara terbanyak langsung terpilih menjadi pemimpin daerah.
Pemenang Pilkada DKI Jakarta harus mendapatkan suara dengan sistem perhitungan 50 plus satu.
(YRn)