![]() |
Amalia Syamsyah Pasaribu. |
Dengan memperhatikan ciri-ciri khusus yang dimiliki anak, baik dari segi kejiwaan maupun fisiknya, serta dari segi pertanggungjawaban pidana atas tingkah laku dan perbuatannya, maka perlu diupayakan agar sanksi terhadap anak, khususnya perampasan, dapat diberikan. pelanggaran kebebasan, merupakan upaya terakhir (last resort) jika upaya lain gagal.
Dalam konsep KUHP tahun 2019, pengaturan mengenai kejahatan dan perbuatan terhadap anak tampaknya mengalami kemajuan yang signifikan. Hal ini diatur dalam Buku I, Bab III, Bagian Keempat, Pasal 113 hingga 131. Menurut konsep KUHP, anak yang melakukan tindak pidana sebelum umur 12 (dua belas) tahun tidak bertanggung jawab.
Sanksi pidana dan penuntutan hanya berlaku terhadap anak yang melakukan tindak pidana dan telah mencapai umur 12 (dua belas) tahun dan 18 (delapan belas) tahun. Berdasarkan Pasal 116 KUHP, tindak pidana pokok terhadap anak adalah: tindak pidana lisan berupa teguran; atau ditegur keras; syarat pidana bersyarat berupa pengawasan pidana di luar rumah tahanan; Pekerjaan sosial kriminal; atau Pengawasan Kriminal; denda pidana; atau Pidana pembatasan kebebasan berupa pengawasan pidana di rumah tahanan; Hukuman penjara; atau Menyembunyikan kejahatan.
Pelanggaran lainnya termasuk penyitaan barang dan/atau tagihan tertentu; Membayar kompensasi; atau Melakukan kewajiban biasa. Dengan adanya solusi diversi, kemungkinan besar akan ada nilai-nilai pengampunan di pihak korban karena penyelesaiannya pada akhirnya mengutamakan pertimbangan antara keluarga korban dan masyarakat).
Ide dasar dari diversi atau diversi adalah untuk menghindari dampak negatif dari screening peradilan pidana anak secara konvensional terhadap anak, baik dampak negatif dari proses hukum maupun dampak negatif dari stigma (mislabeling) dari proses hukum, jika tes rutin dilakukan. ditransfer ke anak tersebut.
Kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak sebagai pelaku atau korban kejahatan tidak pantas dipenjarakan. Sebelum proses mengadili anak sebagai pelaku kejahatan, hal pertama yang tidak boleh dilupakan adalah mempertimbangkan kedudukannya sebagai anak dengan segala ciri dan kekhasan kejahatan tersebut.
Anak, dari arah itu, dari konsep perlindungan anak. Selama proses penanganannya, semuanya didasarkan pada konsep kesehatan dan kepedulian anak.
Perlakuan terhadap anak dalam proses hukum memerlukan pendekatan, pelayanan, perlakuan, pengasuhan dan perlindungan khusus terhadap anak, dengan tujuan untuk memberikan perlindungan hukum kepada anak yang berhadapan dengan hukum. Apabila seorang anak menjadi pelaku suatu tindak pidana dan memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam pasal yang bersangkutan, maka berdasarkan pasal itu ia diancam dengan pidana penjara.
Ketentuan tersebut, ditambah dengan ancaman pidana penjara, memberikan peluang yang sangat baik bagi penegak hukum untuk menjerat anak yang melakukan perilaku kriminal. Hal ini mengakibatkan banyak anak yang menjalani hukuman penjara di LPKA.
Oleh karena itu, sangat penting dilakukan pembenahan ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan ketentuan pidana, khususnya unsur hukum dan risiko pidana penjara bagi anak yang melakukan tindak pidana demi kebaikan semua orang, dan kebahagiaan bagi masa depan anak.
Penulis: Amalia Syamsyah Pasaribu
NIM: 227005078
Mahasiwi Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara