Iklan

Iklan 970x250

,

Iklan

Konflik Agraria Desa Perkebunan Sungai Iyu, DPRK Atam Terkesan Tutup Mata dan Telinga

Redaksi
14 Jun 2022, 03:26 WIB Last Updated 2024-10-19T10:49:44Z
Gedung DPRK Aceh Tamiang.


Aceh Tamiang – Konflik Agraria di desa perkebunan sungai iyu, Kecamatan Bendahara, Kabupaten Aceh Tamiang tak kunjung reda dengan pihak pengelola kebun kelapa sawit.

Bahkan persoalan ini sudah beberapa kali dilakukan upaya-upaya untuk menyelesaikannya melalui dewan perwakilan rakyat, namun lagi dan lagi tak kunjung selesai juga, kira-kira DPRK Aceh Tamiang terkesan tutup mata dan telinga dalam menyikapi persoalan desa perkebunan sungai iyu, Minggu (12/6/2022).

DPRK Aceh Tamiang daerah pemilihan 2 (dua) yang meliputi Kecamatan Seruway, Bendahara, Banda Mulia dan Manyak Payed dengan jumlah 10 kursi kabarnya tidak pernah melakukan reses di desa perkebunan sungai iyu untuk menindak lanjuti persoalan konflik agraria yang terjadi di desa dengan kode wilayah nomor 11.16.02.2013, kalau pun ada hanya 1 (satu) kali, yakni dilakukan oleh pimpinan dprk aceh tamiang dari fraksi gerindra suprianto berkisar tahun 2021.

Sementara masa reses merupakan masa dimana para Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Aceh Tamiang bekerja di luar gedung DPRK, menjumpai konstituen di daerah pemilihannya (Dapil) masing-masing. Pelaksanaan tugas Anggota Dewan di dapil dalam rangka menjaring, menampung aspirasi konstituen serta melaksanakan fungsi pengawasan dikenal dengan kunjungan kerja.

Datok perkebunan sungai iyu Ramlan saat di konfirmasi awak media ini mengatakan, Memang benar saat ini persoalan yang kami hadapi memang belum selesai, selama ini memang tidak ada anggota dewan 1 (satu) orang pun yang melakukan reses di desa kami, saya ingat hanya pak suprianto saja yang ada melakukan reses berkisar tahun 2021, namun belum juga ada penyelesaiannya.

“Jujur kami tidak berharap banyak kepada DPRK Aceh Tamiang, kita dah males sama birokrasi dpr itu, cuman hanya seremonial saja, penyelesaiannya tidak ada, penyelesaian sebenarnya itu ada ditangan pak bupati menurut saya,” kata ramlan.

Memang pernah dihadirkan semua pihak pada tahun 2018 berkisar bulan 11 tanggal 26 di sekdakab, tapi setelah ditanda tangani hingga saat ini juga belum terealisasi, salah satu bunyi dalam kesepakatan tersebut kata ramlan, yakni masyarakat perkebunan sungai iyu memohon 10,7 hektar untuk areal pemukiman dan tidak mau di relokasi keluar dari desa perkebunan sungai iyu, tutur ramlan dengan penuh harapan agar persoalan ini bisa segera di selesaikan dengan tuntas.

Di tempat terpisah, salah satu tokoh atau pengamat sekaligus pegiat lingkungan LSM Lembah Tari, Sayed Zainal mengungkapkan, memang persoalan konflik agraria di desa perkebunan sungai iyu terjadi sejak 2015 silam belum selesai, apa yang diusulkan oleh perangkat desa pada tahun 2013 dan pada tahun 2014 sebelum terbit perpanjangan HGU baru (dulukan parasawita sebelum jadi rapala tambah sayed) itu tidak di cover.

Artinya di duga ada indikasi, (pada saat HGU mau berakhir itu kan ada namanya panitia pemeriksaan tanah B) nah panitia B ini lah yang diduga tidak melibatkan unsur perangkat desa perkebunan sungai iyu, mereka sudah usulkan agar ini dilepaskan seluas 10,7 hektar sehingga tidak masuk dalam HGU, pungkasnya.

“Itu sudah diusulkan sejak tahun 2013, mulai dari musyawarah, mengusulkan kepada bupati, sampek kekantor pertanahan, semua sudah dilakukan, nah usulan ini kenapa tidak di cover.” Sehingga yang terjadi saat ini persoalan konflik agraria di desa perkebunan sungai iyu tidak kunjung selesai, maka rencananya besok 14 juni 2022 saya akan somasi DPRK Aceh Tamiang, tutup Sayed Zainal.

Hingga berita ini diturunkan kami belum mendapatkan konfirmasi lebih lanjut, di karenakan pimpinan DPRK saat di jumpai tidak bisa, melalui via Whatsapp juga tidak dibalas, terakhir kami mencoba untuk mengkonfirmasi ketua komisi 1 (satu) Irwan, namun beliau enggan berkomentar.

(Dedi)

Iklan